Wednesday, April 19, 2017

Dark Social Media



Dark Social Media


Salah satu Trend Digital Economy yang digadang-gadang booming di tahun 2017 ini adalah munculnya Dark Social Media.


Tren ini terjadi ketika Social Media (facebook, twitter dkk) akan semakin marak dengan suara-suara kebencian, intoleran, saling sindir, dan subur dengan berita-berita Hoax.


Dan implikasinya bagi dunia bisnis dan ekonomi bisa sama kelamnya : kegaduhan yang amat tidak produktif semacam itu sangat potensial merusak stabilitas sosial dan keamanan (berkali-kali kita sudah melihatnya).

Dan kita semua paham, saat stabilitas dan ketertiban sosial terganggu, maka kegiatan ekonomi dan bisnis dengan mudah terjungkal. Mulai dari mall dan glodok jadi sepi, investor ndak jadi invest, atau bisa juga pabriknya ditutup dan pindah ke Vietnam yang tentram dan aman. PHK karyawan pabrik deh.

Majalah TIME beberapa waktu memang merilis laporan yang suram : betapa Facebook dan Twitter telah berubah menjadi media yang amat destruktif bagi penegakan peradaban yang toleran, rasional dan jernih dalam berpikir. Sad but true.

Apa boleh buat. Ke depan tren munculnya “dark social media” ini mungkin akan terus tumbuh. Karena itu blog dengan konten berkualitas mungkin harus terus dimunculkan untuk membuat wajah internet kita menjadi lebih mencerahkan.

Bagaimanapun, tren ini mungkin juga sebuah kidung sendu dibalik ledakan digital economy yang mengharu-biru.


source: http://strategimanajemen.net/…/4-tren-digital-economy-201…/…






Jakarta, 5 January 2017

Pertimbangan Manajemen Bisnis dalam Memilih Agus, Ahok atau Anies



Pertimbangan Manajemen Bisnis dalam Memilih Agus, Ahok atau Anies


Pilkada DKI akan segera dilaksanakan tanggal 15 Februari 2017, tinggal beberapa hari lagi.

Ekonomi bisnis Jakarta tak pelak merupakan urat nadi negeri ini. Sekitar 70% peredaran uang ada di kota Jakarta. Maka proses pemilihan top leader ini mungkin memberikan impak yang signifikan bagi roda ekonomi bisnis bangsa ini.

Jadi siapa top leader Jakarta yang layak dipilih?

Dalam perspektif human capital management, memilih leader yang tepat amat krusial dampaknya.

Saat Anda memilih leader yang tidak kompeten, atau juga the right man on the wrong place, maka hidden cost-nya amat mahal.

Ya benar – biaya akibat memilih leader yang tidak kompeten amat mahal harganya. Dan ini merupakan problem yang serius di negeri ini.

Problem birokrasi di negeri ini ada dua : korupsi dan aparat yang tidak kapabel.

Benar biaya korupsi memang mahal. Namun memilih top leader yang tidak kapabel sebenarnya menimbulkan “hidden cost” yang jauh lebih mahal – bisa puluhan kali lipat lebih costly daripada sekedar biaya korupsi.

Hidden cost ini misal muncul dalam projek yang terlambat, pelayanan publik yang buruk, tidak punya langkah terobosan yang inovatif dan value added, dst, dst. Kalau dikuantifikasikan, ongkos ini akan amat mahal.

Namun memang hidden cost leader yang inkompeten tidak begitu “mencolok” dan “kalah heorik” dibanding korupsi. Padahal implikasinya jauh lebih serius.

Itulah kenapa kita memerlukan lebih banyak top leader yang kapabel seperti Ridwan Kamil, Risma (Surabaya) atau Anas (Banyuwangi).

Itulah pandangan dari sisi human capital management tentang top leader competency.

Sekarang dari tiga kandidat yang ada : Agus, Ahok dan Anies, siapa yang paling layak dipilih?

Agus Harimurti Yodhoyono. Figur ini sejatinya sosok perwira muda yang cemerlang (lulusan terbaik Akademi Militer 2000 – dan kelak layak menjadi Panglima TNI).

Ia juga sosok yang hobi membaca dan pernah mengenyam pendidikan pasca sarja di Harvard – sekolah top dunia. Ia mungkin bisa menjadi figur milter intelektual yang bagus.

Namun performanya dalam Debat 1 dan 2 agaknya kurang meyakinkan. Jawabannya cenderung terlalu mengawang-awang dan terlalu banyak jargon yang tidak konkret. Sayang sekali.

Padahal Agus tampaknya punya talenta untuk lebih cekatan dibanding ayahnya yang dulu tergolong terlalu hati-hati dalam make decisions. Agus lebih trengginas – mungkin lebih meniru gaya ibunya yang cekatan.

AHOK. Kinerja dia dalam mengelola Jakarat sebenarnya relatif memuaskan (seperti yang terlihat dalam berbagai survei kepuasan publik).

Sungai-sungai menjadi lebih bersih, pasukan Oranye menjadi legenda, dan Kalijodo disulap menjadi taman yang amazing. Fakta berbicara dengan cukup meyakinkan.

Langkah terobosan Ahok juga beragam dan dia cepat dalam make decision and action (sebuah tindakan yang amat dibutuhkan untuk mengelola Jakarta yang penuh bottlenecks).

Namun sayang, gaya komunikasi dia cenderung frontal dan kurang elegan. Sejumlah blunder krusial dia lakukan; dan implikasinya mungkin bisa fatal.

Sejumlah kalangan Muslim juga menolak Ahok dengan penuh heroisme dan vokal. Resistensi ini kelak bisa terus memunculkan instabilitas politik dan keamanan – sebuah petaka bagi kalangan pebisnis yang merindukan ketenangan.

Resistensi yang menyebabkan kegaduhan politik ini bisa sangat merugikan iklim investasi. Dan sudah pasti, kalau ada demo yang rame dan gaduh, omzet bisnis penjualan cenderung anjlok.

Kecuali omzet bakul ketoprak dan pedagang asongan yang selalu rame pas jualan ditengah demo. Makin sering demo, makin senang para pedagang kecil ini

Anies Baswedan. Sosok ini dikenal sebagai figur yang cukup santun, punya integritas, bersih dan dikenal sebagai “orang baik – good man”.

Anies memang kaya akan gagasan dan pemikiran. He is a good thinker. Mudah-mudahan figur Sandi sebagai wakilnya bisa menjadi komplemen yang cekatan melakukan aksi nyata (dan bukan hanya sekedar membangun wacana filosofis khas pemikir).

Disclosure : Anies ini dulu teman seperjuangan saat kami masih sama-sama mahasiswa kere (tapi penuh idealisme). Beberapa kali satu panggung, saat kami bersama memberikan orasi saat dulu melawan keganasan Rezim Soeharto.

DEMIKIANLAH sekilas analisanya.

Dari sisi manajemen kinerja, mungkin Ahok pilihan yang reasonable. Namun dari sisi risk management, pilihan ini memunculkan risiko ancaman gejolak dan instabilitas keamanan yang merugikan iklim bisnis.

Pilihan Anies dan Agus mungkin akan membuat laju terobosan kinerja di Jakarta akan sedikit melambat; namun punya potensi untuk membuat Jakarta yang relatif lebih tenang dan jauh dari kegaduhan publik.

Jadi kalau diminta untuk memilih, apa preferensi pilihan saya?

Saya termasuk golongan “undecided voters” (swing voters). Karena masih swing, saya mungkin bisa lebih netral dan berimbang dalam memberikan penilaian – bukan seperti mereka yang fanatik terhadap satu calon, dan karenanya mudah terjebak dalam “confirmation bias trap” yang acap penuh emosi.

Apa Ahok layak dijadikan pilihan? Kinerja dia mengesankan. Ia juga dikenal anti-korupsi, bersih, tegas dan penuh action (sejumlah elemen krusial untuk memimpin Jakarta).

Namun sayangnya, resistensi yang menggelora ditambah gaya komunikasi dia yang cenderung frontal dan tidak sensitif, rentan memunculkan komplikasi dan kegaduhan publik yang tidak produktif. Komplikasi ini bisa amat menganggu iklim bisnis dan investasi. Dari perspektif bisnis, ini adalah pilihan yang kurang menguntungkan.

Karena itu, pak Ahok is not my choice, but I will be missing him so much.

Apakah Agus layak jadi pilihan? Sejatinya Agus ini menjanjikan potensi leadership yang cekatan dan tegas.

Dari obersvasi psikologis, Agus lebih mewarisi gabungan gen kakeknya, Jendral Legendaris Sarwo Edi yang tegas dan ibunya yang cepat bertindak. Menurut saya, leadership capabilities Agus lebih solid dibanding ayahnya.

Karena itu, Agus ini merupakan pilihan yang cukup menjanjikan.

Bagaimana dengan Anies? Sekali lagi, he is a good man dan punya integritas.

Anies mungkin akan lebih menyentuh sisi humanisme dalam membangun Jakarta (mungkin akan lebih fokus pada harmoni sosial, pergerakan komunitas dan beragam festival kebudayaan).

Jika disertai dengan implementation skills yang solid, Anies sangat berpotensi menjadi leader yang menginspirasi warganya untuk ikut bergerak. Ia memang piawai dalam membangun “dimensi manusia” dalam proses pembangunan bangsanya.

Ia punya potensi untuk menjadi “little Soekarno” yang mampu menghipnotis segenap warganya untuk optimis bergerak dan membangun masa depan.

Lebih karena alasan yang bersifat personal, saya memang cenderung akan lebih memilih Anies sebagai top leader Jakarta.

Terlepas dari pilihan saya yang mungkin salah dan tidak ideal, saya memprediksi Anies Baswedan yang akan terpilih menjadi Gubernur DKI baru.


Source: http://strategimanajemen.net






Menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran pertama






Jakarta, 6 Feb 2017

Cukup bagiku



Senandung menyejukkan kala galau melanda


Cukup bagiku pengetahuan Tuhanku

Daripada permintaan dan usahaku

Doa serta permohonanku
Sebagai bukti pada kefakiranku
Oleh kerana rahsia itu aku berdoa
Pada saat aku senang dan susah
Aku adalah hamba, menjadi kebanggaanku
Dalam kefakiran dan keperluanku
Wahai tuhanku yang memiliki aku
Kau Maha tahu akan keadaanku
Dan apa yang berada dalam hatiku
Dari kesedihan dan kesibukanku
Maka tolonglah aku dengan kelembutan
Dari-Mu Wahai Tuhan seluruh hamba
Wahai yang Maha Pemurah tolonglah hamba
Sebelum lenyap kesabaran hamba
Wahai pemberi pertolongan dengan segera
Berilah kami dengan segera pertolongan-Mu
Yang dapat menghilangkan kesulitan dan dapat mendatangkan
Dengan apa-apa yang kami harapkan semua
Wahai yang Maha dekat, dan menjawab
Wahai yang Maha mengetahui dan mendengar
Aku mengaku akan kelemahanku
Dan ketaatan serta kesedihanku
Aku sentiasa menunggu di hadapan pintu rahmat-Mu
Wahai Tuhanku berikanlah rahmat padaku
Pada lembah kurnia-Mu aku berada
Wahai Tuhanku tetapkanlah keberadaanku disana
Aku sentiasa mempunyai prasangka baik
Ia (prasangka baik) adalah teman dan kawanku
Juga penyenang bagiku dan yang setia bersamaku
Sepanjang malam dan siangku
Wahai Tuhanku, dalam jiwa ini terdapat hajat
Tunaikanlah Wahai yang Maha Menunaikan
Tenteramkanlah rahsia dan hatiku
Dari kebimbangan dan pergolakannya
Sungguh aku akan berada dalam ketenteraman dan ketenangan
Dan juga (ketenteraman dan ketenangan) menjadi pakaianku
https://www.youtube.com/watch?v=b9R8m_e_I7M






Jakarta, 20 February 2017

Decision Fatique



Tiap hari kita membuat ratusan keputusan, makan apa? makan dimana? pake baju yang mana? Bahkan beli baju yang mana setelah muter-muter di mall?

Beberapa keputusan penting, tapi tidak sedikit yang sepele. Sayangnya penelitian menunjukkan bahwa manusia memiliki keterbatasan kemampuan untuk berfikir secara konsisten. Ini berarti apabila kita terlalu banyak menggunakan otak untuk memutuskan banyak hal di pagi hari seperti contoh diatas mengakibatkan kekurangan kemampuan otak untuk memilih di siang hari dan setelahnya. Ini yang dikenal dengan Decision Fatique, yaitu kondisi psikologi di mana produktivitas kita terganggu sebagai akibat dari kelelahan mental karena terlalu banyak membuat keputusan yang tidak penting.
Inilah sebabnya mengapa banyak orang seperti Barack Obama, Steve Jobs, Mark Zuckerberg dan Albert Einstein memutuskan untuk mengurangi jumlah keputusan yang mereka buat sepanjang hari dengan melakukan hal-hal sederhana seperti memilih pakaian yang itu-itu saja  ^_^



Jakar

Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia

Gus Dur pernah berkelakar, hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia. Mereka adalah polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng.

Siapa itu Hoegeng?

Ada kisah menarik saat Kapolri Jenderal Hoegeng diberhentikan Presiden Soeharto . Banyak pihak motif politik ada di belakang pencopotan ini.

Sejak mau dilantik sebagai Kapolri, Hoegeng memang sudah tak cocok dengan Soeharto . Tahun 1968, Hoegeng menghadap Soeharto . Saat itu Soeharto meminta agar polisi tak lagi bertugas di medan tempur. Dulu memang Brigade Mobil Polri terjun di berbagai pertempuran seperti TNI, mulai operasi Trikora di Papua, hingga Dwikora di Pedalaman Kalimantan.

Apa jawaban Hoegeng?

"Kalau begitu angkatan lain juga jangan mencampuri tugas angkatan kepolisian," kata Hoegeng tegas. Soeharto terdiam mendengarnya. Demikian ditulis dalam buku Hoegeng, Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa terbitan Bentang.

Sepak terjang Hoegeng membuat kroni keluarga Cendana mulai terusik. Apalagi sejumlah kasus diduga melibatkan orang-orang dekat Soeharto . Puncak perseteruan itu, Soeharto mencopot Hoegeng sebagai Kapolri tanggal 2 Oktober 1971 sebagai bentuk “tamparan” sang Presiden pada Kapolri yang terlampau jujur dan tak bisa dibungkam dengan suap berbagai bentuk terhadap sejumlah kasus.Baru tiga tahun, Hoegeng menjabat. Seharusnya masih ada dua tahun lagi.

Ironinya dengan alasan penyegaran, justru pengganti Hoegeng, Jenderal M Hasan lebih tua satu tahun.

Hoegeng menghadap Soeharto , dia menanyakan kenapa dicopot. Secara tersirat Soeharto berkata tak ada tempat untuk Hoegeng lagi.

Dengan tegas Hoegeng menjawab. "Ya sudah. Saya keluar saja," katanya.

Soeharto menawari Hoegeng dengan jabatan sebagai duta besar atau diplomat di negara lain. Sebuah kebiasaan untuk membuang mereka yang kritis terhadap Orde Baru. Hoegeng menolaknya.

"Saya tidak bisa jadi diplomat. Diplomat harus bisa minum koktail, saya tidak suka koktail," sindir Hoegeng.

Ada beberapa penyebab kenapa Hoegeng diganti. Salah satunya kasus penyelundupan mobil yang dilakukan Robby Tjahjadi.

Kasus itu sangat fenomenal pada akhir periode 1960an sampai awal 1970an. Robby adalah anak muda yang menyelundupkan ratusan mobil mewah ke Indonesia. Mulai Roll Royce, Jaguar, Alfa Romeo, BMW, Mercedes Benz dan lain-lain.

Robby menyuap sejumlah pihak di bea cukai dan kepolisian untuk melanggengkan aksinya. Diduga ada keterlibatan kroni keluarga Cendana dalam kasus ini.

Selain itu kasus pemerkosaan seorang penjual telur bernama Sumarijem di Yogyakarta. Anak seorang pejabat dan seorang anak pahlawan revolusi diduga ikut menjadi pelakunya.

Proses di pengadilan berjalan penuh rekayasa. Sumarijem yang menjadi korban malah menjadi tersangka. Hoegeng bertekad mengusut tuntas kasus ini. Dia siap menindak tegas para pelakunya walau dibekingi pejabat.

Belakangan Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat Kopkamtib.

Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai sulit sekali mencari petinggi Polri sejujur Jenderal Hoegeng. Para polisi jujur sering tidak mendapat tempat di posisi komando atau posisi strategis.

"Ada yang jujur, hanya terjebak di tumpukan arsip dan tidak akan terkenal," kata Bambang

Source: berbagai sumber






Jakarta, 13 April 2017